KAMALINEWS.CO.ID – Event Organizer (EO) pelaksana Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Tingkat Nasional ke-28 Tahun 2025 di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Sebut maskot hewan menjadi kebiasaan di setiap daerah.
Diketahui, pelaksanaan STQH Nasional 2025 dipercayakan kepada PT Argo Pesona Indonesia sebagai pemenang tender resmi pengadaan jasa EO.
Belakangan, desain maskot kegiatan ini menuai sorotan publik dan memunculkan beragam spekulasi di masyarakat.
Direktur PT Argo Pesona Indonesia, Galih, menyebut seluruh proses desain dibuat berdasarkan kontrak kerja dan panduan dari pihak pemberi kerja, yaitu Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Sebagai penyedia jasa, kami tentu memiliki kontrak kerja sebagaimana umumnya pemerintah memberikan kontrak kepada penyedia. Semua pekerjaan kami, termasuk desain grafis, dibuat sesuai ketentuan kontraktual,” ujarnya, pada Rabu (8/10/2025).
Pihaknya mengatakan bahwa proses desain sudah terstruktur hingga menjadi maskot hewan yang memegang Alquran.
“Jadi, desain grafis pun dibuat berdasarkan panduan dan hasil persetujuan berjenjang,” jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa dalam tradisi kegiatan MTQ maupun STQH, maskot biasanya mengambil inspirasi dari tumbuhan atau hewan endemik daerah setempat.
“Kalau kita lihat di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Kalimantan, atau Lampung, maskotnya sering menggambarkan hewan endemik. Jadi hal itu sebenarnya sudah menjadi kebiasaan,” ujarnya.
Sementara itu, Sebelumnya Menteri Agama Prof. KH Nasaruddin Umar dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Andi Sumangerukka) telah dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sultra oleh Forum Pemuda Bela Islam (FPBI) pada Selasa (7/10/2025).
Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan penistaan agama dalam maskot Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadist (STQH) Nasional ke-28 yang akan digelar di Kota Kendari.
Maskot yang menampilkan satwa endemik Sultra, Anoa, mengenakan hijab dan memeluk kitab suci Al-Qur’an serta Hadist, dianggap melecehkan ajaran Islam.
FPBI menilai Menteri Agama dan Gubernur Sultra sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengadaan maskot tersebut karena keduanya merupakan panitia pelaksana kegiatan nasional itu.
“Bagaimana kemudian Al-Qur’an dan Hadist disimbolkan pada hewan. Ini penistaan bagi kami sebagai pemeluk agama Islam,” ujar Ketua FPBI, Sulkarnain, kepada media.
Selain kedua pejabat tersebut, FPBI juga melaporkan event organizer dan panitia pelaksana STQH ke pihak kepolisian. FPBI mengimbau masyarakat untuk ikut mengawal proses hukum laporan tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra, Asrun Lio, menegaskan bahwa maskot Anoa berhijab tersebut tidak pernah dibahas ataupun disahkan dalam agenda resmi STQH Nasional ke-28 yang dijadwalkan berlangsung pada 9–19 Oktober 2025 di Kota Kendari.
“Pemprov Sultra belum pernah meresmikan atau meluncurkan maskot apa pun untuk STQH. Identitas visual resmi satu-satunya adalah logo STQH Nasional ke-28, yang telah melalui proses pembahasan bersama pemerintah pusat,” kata Asrun Lio melalui PPID Informasi Sultra, Selasa siang.
Penulis: Ambar Sakti