Tujuh bulan sudah pandemi virus corona atau covid-19 menjadi musibah bagi semua pihak. Namun, hingga saat ini belum juga ada kepastian musibah tersebut akan berhenti. Berbagai cara juga sampai saat ini terus dilakukan oleh Pemerintah baik pusat atau daerah.
Salah satu cara yang kini dipakai oleh Pemerintah Provinsi adalah kebijakam “gas res”. Hal itu untuk mengatasi penanganan covid-19 termasuk dampak yang diberikan kepada seluruh sektor, khususnya ekonomi.
Sekertaris Daerah Provinsi Sultra, Nur Endang Abbas mengungkapkan persoalan saat ini dihadapi pemerintah bukan hanya covid, namun juga persoalan ekonomi. “Dimana kita wajib mengutamakan kesehatan. Tetapi, dalam penanganan tersebut dibutuhkan logistik yang bersumber dari sektor pendapatan tau ekonomi. Jadi ada dilema dalam penanganan covid-19 ini,” tuturnya saat ditemui di Kantornya, di Kendari, kemarin.
Endang mengungkapkan, angka penularan covid-19 cukup di Sultra, khususnya Kota Kendari, mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Maka solusi sampai ditemukannya vaksi adalah taat terhadap protokol kesehatan. “Jaga jarak, cuci tangan dengan sabun, memakai masker hingga menjaga pola hidup sehat. Hingga mengurangi aktivitas sosial dianggap menjadi solusi paling tepat saat ini,” paparnya.
Namun, tak bisa dipungkiri mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sultra ini mengungkapkan, penanggulangan covid-19 membutuhkan logistik dari sektor ekonomi. Beberapa bulan covid-19 melanda Sultra, sektor ekonomi palinn merasakan dampaknya. “Beberapa aktivitas produksi tidak berjalan optimal. Bahkan ada yang harus menutup aktivitas ekonominya. Sehingga hal tersebut tentu juga berpengaruh terhadap sumber-sumber pendapat daerah. Ini juga yang harus dipikirkan,” katanya.
Untuk itu, pemerintah mengatasi hal tersebut memilih untuk menerapkan kebijakan gas rem. “Seperti Surat Edaran Wali Kota Kendari dimana intinya pemberlakuan jam malam. Usai jam 10 semua aktivitas ekonomi berhenti. Semua melihat kondisi dilapangan seperti apa. Karena kita ingin sembuh, tapi usaha untuk sembuh itu juga memerlukan dukungan ekonomi,” paparnya.
Hal itu juga diterapkan pada sistem kerja diperkantoran. “Dimana perkantoran sudah menjadi klaster sediri. Jadi kebijakan gas rem juga kita terapkan untuk tetap menjaga kinerja pemerintah. Kalau ada dinas terpapa, kita tutup sementara untuk dilakukan pembersihan. Saat masa isolasi covid-19 usai kita buka kembali,” terangnya.
“Melihat kondisi saat ini, kita tidak mau daerah kita menjadi seperti DKI Jakarta atau daerah lain yang zona hitam. Kita pasti utamakan kesehatan masyarakat. Dan tidak kita minta, andai covid-19 menjadi besar bukan tidak mungkin akan kita terapkan PSBB,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), J Robert. Menurutnya penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi ibarat buah simalakama.
Menurutnya, jika aktivitas ekonomi ditutup untuk mencegah penularan covid-19, namun disisi lain ekonomi dibutuhkan. Dimana ekonomi itu menggambarkan aktivitas produksi. “Kalau ada produksi kita dapat pendapatan. Disisi lain kita butuh pendapatan untuk belanja. Belanja penanganan covid. Jadi itu tadi simalakama,” terangnya.
Untuk itu Robert mengungkapkan bahwa meski pemerintah menciptakan aturan ketat namun ada beberapa kesempatan dibutuhkan relaksasi aturan. “Karena pertimbangan untuk menutup keseluruhan ekonomi maka otomatis tidak ada aktivitas ekonomi, berarti kita tidak dapat pendapatan untuk belanja penanganan covid-19,” katanya
Karena itu, Robert mengatakan bahwa penanganan ini dibutuhkan kebijakan gas rem. “Tidak boleh langsung total. Karena satu dan lain hal saling berkaitan,” pungkasnya