KAMALINEWS.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Kembali tetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi pada sektor pertambangan. Dua tersangka itu berinisial RM merupakan pihak swasta yang berperan sebagai pihak perantara untuk pengurusan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN). Tersangka lain yakni AT yang merupakan inspektur tambang Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM RI) perwakilan Sultra.
Dengan demikian, ‘bancakan’ dari kekayaan nikel Kabupaten Kolaka Utara itu menghasilkan 9 tersangka dari berbagai unsur mereka adalah, ES dan Haliem Hoentoro (pihak PT PCM), Moch Machrusy, MLY, PD (pihak PT AMIN), RM dan HP (perantara PT AMIN), AT (Inspektur Tambang/Binwas Kementerian ESDM) dan Supriyadi (Kepala KSOP Kolaka).Tak tanggung tanggung, hasil hitungan dari pihak BPKP perwakilan ultra sebesar, Rp 233 miliar menjadi kerugian negara akibat dari ulah 9 tersangka tersebut.
Dalam keterangan persnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Aditia Aleman Ali menerangkan bahwa, RM diketahui diminta oleh tersangka MM alias Moch Machrusy (Direktur PT AMIN) untuk mengurus dokumen RKAB tahun 2023 PT AMIN. Dalam prosesnya, RM menerima miliaran rupiah dari MM yang kemudian didistribusikan kepada sejumlah pihak terkait, termasuk tersangka AT.

AT yang saat itu merupakan anggota Tim Pembinaan dan Pengawasan (Binwas) Kementerian ESDM pada 2022, diduga membuat dokumen RKAB 2023 seolah-olah PT AMIN telah melakukan kegiatan penambangan pada tahun sebelumnya. “Dari manipulasi yang telah dibuat sedemikian mungkin, dokumen yang tidak sesuai fakta itu kemudian disetujui Kementerian ESDM RI,” tuturnya.
Hasil dari Kuota RKAB tersebut selanjutnya dijual MM kepada sejumlah trader dengan harga $5 sampai $6 per ton. Dari perannya, AT disebut menerima ratusan juta rupiah dari RM, baik secara tunai maupun melalui transfer. Dokumen RKAB yang dimanipulasi itu juga kemudian dipakai untuk mengangkut ore nikel yang diduga berasal dari eks wilayah IUP PT Pandu Citra Mulia (PCM) yang sudah tidak aktif. Ore nikel tersebut dikirim melalui jetty PT KMR dengan total penjualan mencapai 480 ribu ton. “Dari perbuatan tersebut negara mengalami kerugian hingga Rp233 miliar sesuai hasil perhitungan Auditor BPKP Perwakilan Sulawesi Tenggara,” jelasnya.
Terkait dengan ada tersangka lain pihaknya juga masih terus mendalami kasus tersebut. Sejumlah pihak yang terkait dengan kasus tersebut masih akan dilakukan pemeriksaan. Untuk pihak mana saja yang masih akan diperiksa, Aspidsus masih enggan untuk membeberkan lebih jauh. “Itu masuk dalam materi pemeriksaan, tunggu saja nanti perkembangannya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, RM disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1, Pasal 56, dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. AT disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12B, Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1, Pasal 56, dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Yogi Nebansi



