KAMALINEWS.CO.ID — Tahapan pemilihan umum (pemilu) tengah berlangsung. Seluruh pihak pun ikut terlibat secara langsung mau pun tidak langsung, agar pemilu dapat membuahkan hasil yang baik. Kini, tahapan pemilihan umum sekarang tidak terlepas dari sistem digitalisasi. Tentu, banyak tantangan berat yang dihadapi dalam pelaksanaan tahapan pemilu.
Menyikapi hal itu, Komisoner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sultra Azwar, S.Sos,M.Si menuturkan bahwa, tahapan pemilu harus banyak berinovasi agar lebih mudah memproses keterlibatan partisipasi masyarakat dan mendorong adanya keterbukaan informasi publik. Selain untuk meransang keterlibatan partisipasi masyarakat, juga perlu adanya pelibatan dari berbagai lintas lembaga.
Azwar juga menjelaskan bahwa, pada era reformasi, kebebasan politik, kebebasan berekspresi, dan demokrasi dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Peluang media massa untuk terbebas dari tekanan penguasa atau pun kelompok-kelompok lainnya. Media massa yang besar pengaruhnya terhadap opini public adalah televisi. “Kebebasan politik, kebebasan berekspresi, dan demokrasi perlu suatu aturan main untuk mengatur persaingan sehat. Maka lahirlah Undang-undang (UU) 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,” tuturnya melalui pesan selulernya, Senin (16/1).
Namun, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi digital, munculnya berbagai media baru (media social) mengharuskan adanya aturan khusus. Ia mengungkapkan bahwa, UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran hanya mengatur mengenai Radio dan Televisi serta siaran kabel berjaringan. “Media baru (media social) tidak terakomodir, sehingga dapat menimbulakan ketidak adilan secara bisnis lembaga penyiaran, ekonomi, dan social politik,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Azwar mengungkapkan bahawa, tuntutan bagi pelaksana Pemilu untuk selalu berinovasi akan terbentur pada penggunaan media. Pengunaan media memerlukan kecepatan dan akurasi pemberitaan yang simpel. Televisi dan radio yang merupakan lembaga/media yang sah secara umum dan memiliki pedoman serta standar penyiaran dari pemerintah yang begitu ketat. “Dilain sisi media baru sangat bebas dan simpel tanpa adanya aturan dan standar perilaku penyiaran,” paparnya.
Untuk itu, Azwar mengatakan bahwa, KPID harus ikut terlibat dalam menyukseskan pagelaran pesta demokrasi yang akan digelar pada 2024 mendatang. “Lembaga penyiaran tentu harus terlibat. Salah satunya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melahirkan suatu MoU yang menjadi dasar pengawasan terhadap konten di televisi dan radio sebagai media. Dalam MOU antar lembaga KPU, Bawaslu KPI dan Dewan Pers disebutkan bahws Gugus Tugas Pengawasan tersebut mengcakup koordinasi, konsilidasi data informan, pengawasan dan pemantauaan pemberitaan, serta penyiaran dan iklan kampanye. Kemudia, kajian laporan pelanggaran dan pengambilan keputusan atas pelanggaran, mengawal proses pengawal hukum dan supervise dan binaan. Serta evaluasi dan penyusunan laporan,” pungkasnya. (yog)