Kamalinews.id — Tersandung kasus hukum, Plt Bupati Buton Utara (Butur) Ramadio diberhentikan sementara oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pemberhentian tersebut juga mengacu pada surat usulan nomor 132.74/4830 tanggal 30 September 2020 dari Pemerintah Provinsi Sultra yang menerangkan status Ramadio yang dalam penyelesaian kasus hukum.
Diketahui, Ramadio adalah Wakil Bupati Buton Utara. Dirinya kemudian ditunjuk sebagai Plt Bupati menggantikan Abu Hassan yang tengah maju dalam kontetasi Pilkada yang akan digelar pada Desember 2020 mendatang. Akibat persoalan hukum tersebut juga, Ramadio juga diberhentikan sementara dari jabatan Wakil Bupati Butur.
Dirjend Otonomi Daerah Akmal Malik Piliang mengungkapkan bahwa, dirinya mengatahui persoalan hukum yang sedang menimpa Wakil Bupati Butur atas surat usulan pemberhentian sementara yang dikirimkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Ia menjelaskan bahwa isi surat tersebut adlaah, Ramadio sebagaimana disebutkan dalam surat Kejaksaan Tinggi Sultra dalam surat ter tanggal 30 September 2020 di Dakwa Primair, Subsidair, dan lebih Subsidair Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukumannya adalah penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5.000.000.000 (lima milyar).
Akmal mengungkapkan, atas dasar hal tersebut dan mengacu pada ketentuan pada Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang 23 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Daerah, yang bersangkutan harus diberhentikan sementara. “Bunyinya adalah, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun”. tuturnya melalui pesan whatsappnya, di Kendari, kemarin.
Dengan pemberhentian tersebut, mantan Direktru FKDH Kemendagri ini mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Butur, sampai proses hukum yang
bersangkutan selesai dan mempunyai kekuatan hukum tetap. “Sebelum ditunjuk Pjs Bupati, untuk mengisi kekosongan pimpinan maka saat ini posisi Plh Bupati diserahkan kepada Sekda Kab Butur. Kita harapkan juga dalam waktu dekat, Pjs sudah bisa ditetapkan,” ungkapnya.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Sekertaris Daerah Provinsi Sultra, Nur Endang Abbas. Ia menjelaskan bahwa, pemerintah ingin terkait dugaan kasus tinda pidana yang dialami oleh Waki Bupati Butur tersebut bisa mendapat kekuatan hukum tetap. “Saat ini kasus tersebut sudah ditingkatkan statusnya. Sehingga, kuputusan ini tidak lain agar dapat memperlancar proses hukum yang sedang dijalani. Dan diharapkan juga dapat segera mendapatkan kepastian hukum,” tuturnya.
Soal penunjukan Pjs sendiri, Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sultra ini mengaku telah mengirimkan sejumlah nama untuk menjadi Pjs Bupati Buton Utara. “Kita harapkan itu (Pjs) ditunjuk dari lingkup Setda Sultra. Namun, itu kembali kepada keputusan Kementerian Dalam Negeri. Seperti apa keputusannya kita ikuti,” ungkapnya.
Sementara itu, Aliansi perempuan (Alpen) Sultra dan Lambu Ina Raha mengapresiasi keputusan Kemendagri tersebut. Ia juga mengucapkan terimakasih atas sikap Pemerintah Provinsi Sultra yang mendukung perlindungan perempuan dan anak. Menurutnya, sudah seharusnya yang bersangkutan, diberhentikan dari jabatannya agar konsen untuk menyelesaikan dan mempertanggujawabkan persoalan hukum yang dialami saat ini.
“Kita sudah lama mengawal kasus ini. Dengan keputusan pemberhentian tersebut, merupakan wujud nyata dari revolusi mental yang dicanangkan pemerintah. Dengan kasus ini kita harapkan menjadi pelajaran berharga bagi seluruh birokrasi di Indonesia khususnya di Sultra untuk berprilaku baik. Menjadi pejabat tidak hanya sikap yang harus baik namun juga moral harus baik untuk bisa melayani masyarakat,” tegas Direktur Alpen Hasminda Karim.