Kamalinews.id – Direktur Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komaruddin terkejut mendengar ada seorang calon Bupati di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang diloloskan oleh KPUD Muna. Pasalnya, calon Bupati yang ditetapkan KPUD atas nama La Ode Muhammad Rusman Emba. Sementara, dokumen seperti ijazah terakhir yang menjadi syarat, tertera atas nama La Ode Muhammad Rusman Untung.
Bukan hanya ijazah Strata Satu yang bersangkutan atas nama Rusman Untung. Tetapi, dalam akta kelahiran, ijazah SD sampai SMA juga masih atas nama Rusman Untung. Dari dokumen yang diperoleh media ini, hanya KTP yang bersangkutan yang mencantumkan nama Rusman Emba. KTP tersebut diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2020.
“Itu harus diselidiki. Harus dicari kebenaran datanya. Apakah asli atau palsu. Jika palsu tentu itu pelanggaran dan merupakan tindak pidana,” kata Ujang kepada Kamalinews.id, Selasa, 6 Oktober 2020.
Menariknya adalah, KPUD Muna pada 23 September 2020 telah menetapkan Rusman Emba sebagai Calon Bupati Muna periode 2020-2025 berpasangan dengan Bachrun Labuta sebagai calon wakil. Sementara, nama Rusman Emba baru disahkan oleh Pengadilan Negeri Raha, Kabupaten Muna pada tanggal 24 September 2020. Artinya, saat penetapan sebagai Calon Bupati, nama yang bersangkutan masih menggunakan nama Rusman Untung.
“Jadi sebelum di putuskan PN kan sudah bocor putusannya. Jadi KPUD juga sudah tahu sebelum putusan,” duga Ujang.
Bagaimana dengan semua dokumen yang diterbitkan selama menjabat sebagai Bupati Muna Periode 2015-2020 yang sudah menggunakan nama Rusman Emba, sedangkan putusan PN Raha baru mensahkan nama Rusman Emba pada 24 September 2020. Apakah dokumen tersebut dianggap sah secara hukum? Mengenai hal itu, kata Ujang tentu akan menjadi rumit. Alasannya, hukum dan sistem yang berlaku saat ini masih bisa di atur oleh penguasa.
“Berarti dia punya banyak uang. Sepertinya semua sudah dikondisikan. Persoalannya hukum kita bisa dibeli. Jadi ribet. Namun rakyat jadi ragu. Begitulah politik yang nggak mungkin bisa mungkin. Yang menang dianggap benar, padahal banyak salahnya. Karena sudah kejadian dari 5 tahun lalu, jadi dianggap benar, padahal diragukan kebenarannya. Aneh tapi nyata,” pungkasnya.
Meski demikian, Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia ini menyarankan kepada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan persoalan identitas Calon Bupati tersebut agar menempuh jalur hukum. Hal ini semata-mata untuk mencari kebenaran sehingga nantinya masyarakat juga tidak dirugikan karena dicap memiliki pemimpin palsu.
“Agar rakyat tak ragu. Jangan sampai rakyat dirugikan karena punya pemimpin palsu. Ini untuk menguji sebuah kebenaran,” tutupnya.