Kamalinews.id — Banyaknya kasus perselingkuhan yang terjadi selama ini membuatTim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Indonesia angkat bicara. Perceraian seharusnya tidak terjadi, karena akan meninggalkan sejumlah akibat yang buruk bagi kehidupan keluarga. Khususnya bagi anak dan istri akan menerima beban psikologis.
Ketua Kordinator Nasional (Kornas) TRCPPA Indonesia, Naumi mengungkapkan, sejatinya perselingkuhan bukan perbuatan yang dapat dibenarkan. Ketidaksetiaan dapat melukai hati istri dan anak-anak yang turut menjadi korban saat orang tuanya bercerai. Namun, memafaakan dinilai sebagai langkah yang tepat untuk menyelamatkan dampak negatif dari perselingkuhan tersebut.
“Memang butuh waktu lama untuk benar-benar mengampuni perbuatan perselingkuhan. Hati yang luka akan sulit terobati. Namun dengan memaafkan bisa membuat beban hati sedikit berkurang,” tuturnya melalui keterangan persnya di Kendari, Jumat (31/7)
Namun, Naomi juga meyarankan kepada para korban untuk berfikir dan memahami fakta yang dihadapi dari banyak sudut pandang, dengan demikian beban hati dan trauma yang dirasakan korban dapat teratasi. “Bagi korban, fakta tentang pelakor yang harus diketahui. Yakni dengan Memaafkan namun bukan berarti melupakan. Memang butuh waktu lama untuk memaafkan mereka yang sudah melukai karena merusak pernikahan yang sudah kita jaga,” katanya
Menurutnya, dengan melihat permasalahan dari sudut pandang lain yakni dengan coba mengetahui fakta dari perempuan yang menjadi selingkuhan suaminya atau yang umum disebut dengan istilah “Pelakor”. “Anda harus hidup lebih baik, sebaiknya melepaskan beban di hati. Memaafkan akan memberi Anda ketenangan batin, meskipun orang tersebut tidak layak dimaafkan, atau sama sekali tidak meminta maaf,” pungkasnya.