Kamalinews.id – Setelah memutuskan untuk membatalkan keberangkatan jemaah haji tahun 2020 ke Arab Saudi. Pemerintah Indonesia pun telah mengambil langkah-langkah apa yang akan diambil. Termasuk nasib jemaah haji dan setoran biaya haji yang sudah dilunaskan.
Keputusan membatalkan keberangkatan jemaah haji setelah diambil pertimbangan sejumlah aspek terkait masih terjadinya pandemik Covid-19.
Menteri Agama, Fahrul Razi menjelaskan untuk Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2020 akan dikembalikan kepada calon jemaah haji yang sudah dibayarkan. Ia menyampaikan jemaah haji bisa mengambil kembali setoran lunas biaya perjalanan ibadah haji tersebut.
“Nilai manfaat diberikan kembali kepada mereka berdasarkan pelunasan BPIH. Setoran juga dapat diminta kembali kalau dia butuhkan. Silakan dan kami dukung dengan sebaik-baiknya,” kata Fahrul Razi, Selasa (2/6).
Akan tetapi, jika jemaah haji dan reguler tidak meminta kembali uang BPIH dan telah melunasi biaya perjalanan haji tahun 2020, maka yang bersangkutan akan menjadi jemaah haji tahun 2021.
Menurut Rahrul Razi, setoran BPIH yang telah dibayarkan akan disimpan dan dikelola oleh Badan Pengelola Ibadah Haji (BPIH). Nilai manfaatnya akan diberikan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Setoran BPIH yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola terpisah oleh Badan Pengelola Haji. Nilai manfaat BPIH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari pemberangkatan awal 2021 masehi,” pungkasnya.
Namun demikian, Fahrul menggarisbawahi pemanfaatan ini diberikan perorangan karena pelunasan BPIH tidaklah sama, karena paling rendah Rp. 6 juta seperti jemaah di Aceh dengan uang muka Rp. 25 juta, paling tinggi Rp. 16 juta dari Makassar.
Sebelumnya, pembatalan keberangkatan jemaah haji 2020 disampaikan Menteri Agama Fahrul Razi melalui streaming Youtube Kemenag RI, Selasa (2/6). “Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020. Keputusan ini saya sampaikan melalui keputusan Kementerian Agama RI nomor 494 tahun 2020 tentang pembatalan keberangkatan haji,” kata Fahrul Razi.
Kebijakan ini diambil karena Pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang belum usai.
“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M. Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” tegas Fahrul Razi.
Ditegaskan, memang keputusan yang diambil ini cukup mendesak, namun sudah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.
Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Kemenag telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu.
Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jemaah haji menjadi korban.
Tahun 1814 misalnya, saat terjadi wabah Tahun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 wabah kolera, 1987 wabah meningitis.
Pada 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang. Selain soal keselamatan, kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441H/2020M.
Akibatnya, Pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah. Padahal persiapan itu penting agar jemaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.
“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” tuturnya.
“Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses,” tutupnya.