KAMALINEWS.CO.ID – Momentum hari buruh 1 Mei 2025 merupakan refleksi atas perjuangan kaum buruh untuk mendapatkan kesejahteraan. Meski, setiap tahun diperingati dan perjuangan yang sama diperjuangkan, namun buruh juga masih belum mendapatkan kesejahteraan yang dimaksud.
Momentum hari buruh atau “May Day”, jeritan itu kembali muncul. Rapatan getir itu datang dari pekerja tambang emas di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka justru menggugat keadilan yang tak kunjung mereka rasakan sejak bertahun-tahun.
Mereka, adalah para pekerja dari PT Panca Logam Makmur (PLM) dan PT Anugrah Alam Buana Indonesia (AABI). Dalam pernyataan tertulis, para buruh menyebut diri mereka telah “tertindas di tanah kelahiran sendiri oleh investor dzalim yang datang dengan berkedok investasi”.
“Kami dijanjikan pemberdayaan dan pembangunan. Nyatanya kami dijadikan budak di negeri sendiri,” ungkap perwakilan pekerja, Asdar saat menggelar unjuk rasa, Kamis (1/5/2025).
Sejumlah pelanggaran disebut telah dilakukan perusahaan, mulai dari tunggakan gaji, ketidakjelasan insentif dan lembur, hingga pemutusan sepihak keikutsertaan BPJS. Bahkan, kasus kecelakaan kerja yang berujung kematian dan penyakit parah pun terjadi tanpa tindak lanjut yang jelas.
Para pekerja mengklaim, sejak 2022, PLM dan AABI tidak membayarkan upah secara penuh, termasuk lembur hari libur nasional, insentif, dan bonus. Berbagai upaya telah mereka tempuh, termasuk menyurati Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bombana dan Provinsi Sultra, namun hingga kini belum membuahkan hasil.
“Kami lelah. Namun, perjuangan tidak boleh berhenti menuntut. Karena yang kita tuntut adalah hak kami,” bebernya.
Lebih jauh, tragedi kemanusiaan disebut turut menghantui lingkungan kerja perusahaan. Pada 27 April 2024, seorang pekerja berinisial IB dilaporkan tewas tenggelam dibekas galian tambang milik PT Panca Logam Makmur. Diduga kuat, insiden itu terjadi akibat tidak adanya reklamasi pasca-penambangan.
“Kami sudah laporkan ke Polres Bombana, tapi kasusnya dihentikan. Begitu juga dengan kasus NM yang sakit parah karena terpapar mercury saat proses pembakaran emas. Laporan ke Polda Sultra pun mandek,” kata Asdar.
Menurut kronologi yang disampaikan, pada Juli 2024, manajemen perusahaan yang diwakili oleh Ikram Paputungan sempat menjanjikan pembayaran hak pekerja usai penjualan aset perusahaan. Namun hingga aset-aset tersebut terjual habis, hanya dua bulan upah November dan Desember 2024 yang dibayarkan.
Puncaknya terjadi pada Januari 2025, ketika perusahaan secara sepihak menghentikan keikutsertaan pekerja dalam BPJS Kesehatan, menyulitkan mereka mendapatkan layanan kesehatan dasar. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, hal itu merupakan kewajiban pemberi kerja.
Dengan demikian Asdar mewakili pekerja lainnya berharap, momentum Hari Buruh dan transisi pemerintahan tahun ini menjadi titik balik bagi nasib mereka. Mereka mendesak Presiden RI dan seluruh kementerian/lembaga terkait untuk turun tangan menegakkan keadilan ketenagakerjaan di sektor tambang.
“Kami tidak minta lebih. Kami hanya ingin hak kami dibayarkan. Kami ingin kerja layak, upah layak, dan hidup yang manusiawi. Negara harus hadir untuk kami,” tandasnya.
Sementara itu, dari sisi lain yakni pihak perusahaan tambang yakni PT Panca Logam Makmur dan PT Anugrah Alam Buana Indonesi belum dapat dikonfirmasi, terkait dengan suara para pekerja.
Penulis: Yogi Nebansi