KAMALINEWS.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) tetapkan tiga tersangka kasus korupsi anggaran bahan bakar minyak (bbm) Kantor Badan Penghubung Provinsi Sulawesi Tenggara. Ketiga tersangka itu yakni, mantan Kepala Badan Penghubung, Wa Ode Kanufia Diki, mantan Plt Kepala Badan Yusra Yuliana dan Staf logistik Badan Penghubung Adhi Kusuma.
Dalam keterangan persnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Aditia Aelman Ali mengatakan bahwa, setelah dilakukan serangkaian Tindakan Penyidikan berdasarkan Keterangan Saksi, Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Tersangka selanjutnya dilakukan expose atau gelar perkara disimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka dalam perkara tersebut. Kejati Sultra pun telah menerbitkan Surat Penetapan Tersangka (Pidsus-18), Nomor : B-10/P.3/Fd.2/10/2025 tanggal 22 Oktober 2025 atas nama Tersangka WKD. Kemudian Nomor :B-11/P.3/Fd.2/10/2025 tanggal 22 Oktober 2025 atas nama Tersangka AK dan Nomor :B-12/P.3/Fd.2/10/2025 tanggal 22 Oktober 2025 atas nama Tersangka YY.
Aditia juga menjelaskan terkait modus ketiga tersangka itu adalah anggaran pembelian BBM yang seharusnya menunjang kegiatan kantor badan penghubung atas perintah WKD selaku Kepala Badan digunakan untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran uang yang dilakukannya serta untuk kepentingan pribadi. “Anggaran tersebut dicairkan dengan cara seolah-olah diberikan kepada para pegawai yang ada pada Badan Penghubung akan tetapi setelah cair dan ditransfer anggaran diminta kembali oleh tersangka,” terangnya.

Aditia juga menerangkan terkait dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran tersangka, WKD meminta tersangka AK untuk membuat bukti-bukti struk pembelian BBM fiktif. Kemudian saat Plt Kepala Badan Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta dijabat oleh YY metode pembelian BBM dirubah dalam bentuk pengadaan Kupon BBM (terdapat kontrak kerjasama dengan 6 SPBU). “Tetapi ditemukan fakta dari 6 SPBU di Jakarta hanya 1 SPBU yang benar memiliki kerjasama sedangkan 5 (lima) lainnya fiktif,” ungkapnya.
“Uang anggaran dari kontrak fiktif yang dicairkan digunakan untuk keperluan-keperluan yang tidak sesuai peruntukannya dan keperluan pribadi tersangka YY dan AK,” imbuhnya.
Sedangkan soal kerugian Negara dalam perkara ini masih dalam proses perhitungan auditor. “Masih belum ada angka pasti. Masih dalam penghitungan auditor,” katanya.
Ditanyakan soal keterlibatan pihak lain, termasuk soal adanya keterlibatan mantan Gubernur Sultra Alimazi, Aditia enggan berkomentar dengan gamblang. Tidak membantah namun juga tidak membenarkan pertanyaan tersebut, ia menjelaskan bahwa itu telah masuk ranah penyidikan.
Meski begitu, Aditia juga tidak menutup kemungkinan terkait adanya tersangka lainnya. “Itu (penyebutan nama Alimazi, red) masuk dalam materi penyidikan. Saat ini juga terus dilakukan pendalaman. Jadi biarkan kami bekerja lebih lanjut,” pungkasnya.
Untuk diketahui Para tersangka disangka melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Subsidair, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kemudian, Pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Penulis: Ambar Sakti



