Kamalinews.id — Praktisi hukum, Dahlan Moga SH, MH angkat bicara soal kasus kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) oleh Warga Negara Asing (WNA) Mister Wang alias Wawan Saputra Razak. Menurutnya, kasus tersebut bisa menggunakan undang-undang (UU) nomor 24 tahun 2013, perubahan UU nomor 23 tahun 2006 tentang pemalsuan administrasi kependudukan.
Ia mengungkapkan bahwa, dirinya mendapatkan informasi bahwa, selain KTP, warga asal Shanxi China itu juga memiliki Kartu Keluarga (KK).
Dengan begitu, Dahlan menilai, Polisi sudah bisa menerapkan pasal pemalsuan akta otentik dalam hal ini KTP kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) tersebut. Pasalnya, dalam kronologi awal, Mister W menunjukkan KTP kepada Babinsa Koramil Konawe Utara saat dilakukan pendataan orang asing.
“Artinya (KTP) itu sudah digunakan. Itu sudah cukup membuktikan bahwa itu dijadikan sebagai identitas dirinya waktu itu. Tinggal diperiksa saksi pihak yang melihat dan memeriksa KTP itu pada waktu diperiksa Mister W,” tutur Dahlan Moga.
Dahlan menilai Polisi terlalu sempit dalam menafsirkan delik formil dalam penggunaan identitas itu. Ia bilang, Polisi tidak harus mencari ada tidaknya kerugian yang ditimbulkan dari dokumen negara yang diduga dipalsukan tersebut. Sehingga, untuk melihat KTP itu telah digunakan, polisi tidak hanya mengacu pada informasi perbankan atau pembuatan perusahaan melalui Kementerian Hukum dan HAM.
Dia menegaskan, Polisi cukup membuktikan KTP itu telah digunakan. “Delik formilnya bahwa tidak harus dapat kerugian, dalam pasal tentang pemalsuan itu dapat menimbulkan kerugian. Tidak harus ada kerugian seseorang tetapi cukup dibuktikan bahwa KTP itu digunakan, sudah bisa terjadi tindak pidana,” jelas dia.
Selain itu, Dahlan Moga melihat ada dokumen negara yang lain diduga dipalsukan dengan menggunakan KTP milik warga negara Tiongkok itu. Dokumen negara itu adalah kartu keluarga (KK).
Meski Polisi mengaku KK itu tidak sempat tercetak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), tapi faktanya KK itu ada dan gambarnya telah beredar luas di media sosial.
Untuk diketahui bahwa, KK itu sendiri bernomor 7471082402200001. Tercatat, Wawan Saputra Razak sebagai kepala keluarga dan memiliki seorang istri bernama Nurniati dan dua orang anak.
Nomor induk kependudukan (NIK) Wawan Saputra Razak sendiri persis dengan NIK yang teregister dalam KTP Palsu itu yakni 7471031306640002. KK berhologram Pancasila itu keluar pada 24 Februari 2020. Terdapat tanda QR Code di kolom tanda tangan Kepala Disdukcapil Asi Bonea.
Merujuk pada fakta itu, Dahlan Moga menyatakan kartu keluarga merupakan tindak pidana tersendiri. Sebab, dalam kenyataannya tersebut, dikatakan warga negara Indonesia, sesuai nik menunjuk kepada atau nomor KTP itu.
“Ketika nomor KK dan KTP sama, maka merujuk pada data palsu juga, kartu keluarga itu kan palsu. Apakah kemudian dukcapil mengeluarkan KK itu, kalau dijawab tidak pernah mengeluarkan tapi kenyataannya ada berarti itu pemalsuan juga,” tegasnya.
Polisi harus bisa mengusut kartu keluarga itu, dengan memeriksa oknum pegawai Disdukcapil. Tetapi menggunakan teknik-teknik penyelidikan yang lebih efektif. Sebab, dia memahami, kartu keluarga merupakan produk catatan sipil bukan perorangan.
“Bisa dicek, tidak mungkin datanya dibuat begitu saja atau muncul begitu saja gambarnya. KTP itu juga tidak mungkin tidak dibuat oleh catatan sipil, tidak mungkin tidak terjadi perekaman, itu fotonya bukan foto ditempel. Kecuali ada lembaga atau orang lain yang punya mesin pembuatan KTP, berarti bukan diterbitkan oleh dukcapil. Tapi kan sudah diakui oknum pegawai catatan sipil, jadi itu produk dukcapil,” pungkasnya.