IJAZAH BUPATI BUTON SELATAN BERBUNTUT PRAPERADILAN

Oleh: DIAN FARIZKA, S.H., M.H., CPL., CPCLE., CPM., CPrM., ACIArb.

Polemik Surat Perintah Pengehentian Penyidikan (SP3) dengan dasar Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/323.a/VII/2018/Dit Reskrim Um, tanggal 6 Juli 2018 dan Surat Ketetapan Nomor: Sp.Tap/323b/VII/2018/Dit Reskrim Um, tanggal 6 Juli 2018 yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) yang dilaporkan oleh Ridwan Azali dengan Laporan Polisi Nomor: LP/241/III/2017/Bareskrim, tanggal 2 Maret 2017 berujung ke Pengadilan Negeri Pasarwajo (PN Pasarwajo).

Ridwan Azali sebagai Pelapor saat itu untuk melaporkan LA ODE ARUSANI selaku Bupati Buton Selatan ke Bareskrim atas dugaan Tindak Pidana Menggunakan Surat Palsu atau yang Dipalsukan (dalam hal ini Ijazah SMPN Banti) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 264 ayat (2) KUHP Subsider Pasal 263 ayat (2) KUHP dan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tidak hanya Ridwan Azali sebagai Pelapor di Bareskrim, Yohanes Frits Aibekob juga melaporkan REKI TAFRE selaku mantan Kepala Sekolah SMPN Banti tahun 2005 di Kepolisian Resort (Polres) Mimika dengan Laporan Polisi Nomor: LP/226/IV/2017/Papua/Res Mimika, tanggal 25 April 2017 atas dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat.

Sebagai dasar SP3 yang dikeluarkan oleh Polda Sultra adalah surat dari Polres Mimika Nomor: B/699/VI/2018/Reskrim, tanggal 30 Juni 2018 tentang Pengiriman Surat Penghentian Penyidikan dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/226/IV/2017/Papua/Res Mimika, tanggal 25 April 2017 tentang Dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Ijazah) yang dilaporkan Yohanes Frits Aibekob.

Kalau kita berbicara tentang unsur-unsur dalam tindak pidana tentunya siapakah pelapornya dan siapakah terlapornya dan dimanakah tempat kejadian terjadi tindak pidana (locus delictie)? Disini pelapor ada 2 (dua) yaitu Ridwan Azali dan Yohanes Frits Aibekob serta Terlapor LA ODE ARUSANI dan REKI TAFRE selaku Kepala Sekolah SMPN Banti Tahun 2005. Ridwan Azali membuat laporan polisi di Bareskrim dan Yohanes Frits Aibekob membuat laporan polisi di Polres Mimika. Untuk tempat kejadian terjadi tindak pidana ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu dimana tindak pidana Ijazah itu dikeluarkannya dan dimana tindak pidana Ijazah itu digunakannya? Dalam hal ini Ijazah dikeluarkan di Mimika dan Ijazah digunakan di Buton Selatan.

Disini sangat jelas bahwa LA ODE ARUSANI sudah ditetapkan sebagai Tersangka sebaimana Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: B/29/IV/2017/Dit Reskrim Um, tanggal 17 April 2017, Surat Permintaan Penetapan Persetujuan Penyitaan Barang Bukti Nomor: B/36C/VI/2017/Dit Reskrim Um, tanggal 12 Juni 2017 dan PN Pasarwajo mengeluarkan Penetapan Penyitaan Nomor: 82/Pen.Pid/2017/Pn Psw, tanggal 15 Juni 2017 artinya bukti-bukti (saksi dan surat) yang dimiliki dan diperiksa oleh Polda Sultra sudah cukup, karena harus dimaknai atas putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014, yang memberikan definisi terkait ketiga frasa yaitu “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah minimal 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Atas dikeluarkannya SP3, Para Perwakilan Masyarakat Buton Selatan, Mahasiswa dan Aliansi Masyarakat Pemuda Kepton Barakati mengajukan Permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Pasarwajo dengan Perkara Nomor: 02/Pra.Pid/2020/PN.Psw. Menurut penulis, dasar hukum pengajuan Permohonan Praperadilan bisa ditinjau dari 3 aspek yuridis wilayah hukum pengadilan negeri, yaitu: 1) Permohonan bisa diajukan di PN Jakarta Selatan karena sesuai dengan membuat laporan polisi di Bareskrim; 2) Permohonan bisa diajukan di PN Kendari karena dimana Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Surat Ketetapan dikeluarkannya; 3) Permohonan bisa diajukan di PN Pasarwajo karena Polda Sulawesi Tenggara pernah meminta dan Penetapan Penyitaan di PN Pasarwajo dan dimana Ijazah itu digunakan dalam melakukan tindak pidana dan dimana masyarakat dirugikannya dalam hal ini adalah Masyarakat Kabupaten Buton Selatan.

Kenapa Para Pemohon lebih memilih mengajukan Permohonan Praperadilan di PN Pasarwajo karena Pengajuan Permohonan Praperadilan di PN Pasarwajo adalah dimana Polda Sultra pernah meminta Penetapan Penyitaan kepada PN Pasarwajo dan dimana tempat terjadi tindak pidana digunakannya Ijazah SMPN Banti dalam hal ini adalah di Kabupaten Buton Selatan sehingga masih terintegrasi wilayah hukum PN Pasarwajo, inilah kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon untuk mengajukan permohonannya di PN Pasarwajo.

Independensi Hakim Pengadilan

Di dalam persidangan di PN Pasarwajo sebagai para pihak adalah Polda Sultra sebagai TERMOHON, disisi lain yang punya kepentingan adalah LA ODE ARUSANI sebagai Terlapor yang saat ini sebagai Bupati Buton Selatan. Orang Nomor 1 di Buton Selatan ini juga mempunyai kekuasaan di daerahnya, akal dan pikiran pasti sangat kuat dan terkuras, tetapi penulis lebih percaya kepada lembaga yudikatif di bawah Mahkamah Agung adalah yang terbaik. Dalam pemeriksaan persidangan di PN Pasarwajo, hakim pemeriksa akan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya karena sesuai dengan irah-irahnya “KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

Yang terpenting dalam pemeriksaannya, hakim tidak boleh terpengaruh dengan keadaan disekelilingnya atau tekanan dari siapapun dalam mengeluarkan putusan. Hakim harus menjauhkan diri dari keadaan yang dapat mempengaruhi putusan di dalam menegakkan keadilan. Tugas hakim sebagi the arm of the law dalam memeriksa suatu perkara dengan selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) untuk memahami perasaan dan bermanfaat untuk kepentingan khalayak masyarakat Buton Selatan dengan rasa keadilan dalam tuntutannya.

Seorang hakim tidak hanya menjadi corong hukum dan keadilan semata, tetapi hakim harus bermanfaat bagi masyarakat untuk terselenggaranya cita-cita negara yang berdasarkan hukum “conditio sine qua non” adalah pengadilan yang mandiri, netral, kompeten dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan.

Hakim dalam mengaktualisasi ide keadilan memerlukan situasi yang kondusif, baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal dari dalam diri seorang hakim. Jika ditelusuri, faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam mentransformasikan ide keadilan yaitu jaminan kebebasan peradilan (Indepedency of Judiciary), kebebasan peradilan sudah menjadi keharusan bagi tegaknya negara hukum (rechstaat). Hakim akan mandiri dan tidak memihak dalam memutus sengketa, dan dalam situasi yang kondusif tersebut, hakim akan leluasa untuk mentransformasikan ide-ide dalam pertimbangan-pertimbangan kualitas putusan.

Sedangkan Keyakinan hakim dalam putusan hakim berdasarkan pada keyakinan sampai pada batas tertentu yang didukung argumentasi juridis yang jelas (laconviction raisonnee).  Keyakinan hakim dalam teori pembuktian biasa disebut conviction intime. Pada teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (laconviction raisonnee) dijelaskan bahwa putusan hakim berdasarkan pada keyakinan sampai pada batas tertentu yang didukung argumentasi juridis yang jelas (laconviction raisonnee). Dalam teorinya, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinan yaitu dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) dan keyakinan (frejebewijstheorie) sehingga didasarkan atas konklusi keyakinan hakim dan ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan kemandirian dan keyakinan hakim dalam memutus perkara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan melalui berbagai cara seperti: mampu menafsir undang-undang secara aktual, berani berperan menciptakan hukum baru (recthvinding) atau sebagai pembentuk hukum, berani melakukan contra legem, mampu berperan mengadili secara kasuistik dan dapat memberikan akses menuju keadilan. Plato pernah mengatakan “keadilan tidak akan mungkin terwujud apabila hukum yang mengandung rasa keadilan tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan konsekuen”.

Penulis adalah Advocate and Legal Consultants, Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana Jakarta

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp