Gugatan Sengketa Pilkada di MK, Pengamat Politik: Hanya Konsel Yang Berpeluang Diterima

Tangkapan layar real count KPU RI terhadap perolehan suara Pilkada 2020 di wilayah Sultra (Foto: Kamalinews.id)
Tangkapan layar real count KPU RI terhadap perolehan suara Pilkada 2020 di wilayah Sultra (Foto: Kamalinews.id)

Kamalinews.id — Penyelenggaraan pesta demokrasi yang digelar secara serentak disejumlah wilayah di Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa waktu lalu dianggap berhasil. Kemudian, tahapan selanjutnya, ada gugatan sengketa di Mahakamah Konstitusi (MK) untuk mengakomodir kepentingan para calon yang merasa ada proses yang tidak benar.

Pengamat politik Sultra, Najib Husain mengungkapkan, berdasarkan analisa dan pembacaan dirinya dari 7 daerah yang menjadi peserta Pilkada, setidaknya ada dua Kabupaten yang akan memasukan gugatan sengketa di MK. “Ada dua daerah yakni Konawe Selatan dan Wakatobi,” tutur Najib saat dihubungi via selulernya, di Kendari, Senin (14 Desember 2020).

Pengamat Politik Sultra, Najib Husain (Foto: Istimewa)

Najib menjelaskan bahwa, pengajuan sengketa Pilkada di MK terhadap dua Kabupaten tersebut berdasarkan selisih suara. “Kalau kita lihat, perhitungan KPU sampai hari ini selisih suara di Konsel itu sekitar 1,5 persen antara pasangan Surunuddin-Rasyid dan Endang-Wahyu,” ujarnya.

Sementara itu, untuk Wakatobi sendiri dirinya belum begitu yakin dengan selisih antara pasangan Haliana-Ilmiati dan Arhawi Hardin sebesar 3,2 persen. “Melihat selisih antara kedua pasanganan tersebut saya tidak yakin untuk peluang sengketa Pilkada di MK akan diterima. Karena aturan sengketa perselisihan suara itu sudah jelas dasarnya Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020,” ungkapnya.

Untuk diketahui, Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang beracara dalam perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati dan wali Kota yang juga merupakan turunan dari UU terkait adalah,:

Pemilihan Gubernur

  • Provinsi dengan penduduk kurang dari 2 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.

Pemilihan Bupati/Wali Kota

  • Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
  • Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa-500 ribu jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
  • Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk 500 ribu jiwa- 1 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
  • Kabupaten/Kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.

Untuk diketahui, selisih suara pada Pilkada di 7 Kabupaten di Sultra adalah, Kabupaten Muna antara pasangan Rusman Emba-Bahrun dan Rajiun-La Pili (6,8 persen). Konsel antara pasangan Surunuddin-Rasyid dan Endang-Wahyu (1,5 persen). Wakatobi antara Haliana-Ilmiati dan Arhawi-Hardin (3,2 persen).

Sementara untuk Konawe Utara antara pasangan Ruksamin-Abu Haera dan Raup-Iskanda (13,2 persen). Kolaka Timur antara Symsul Bahri-Merya dan Tony- Baharuddin (5,2 persen). Konawe Kepulauan antara Amrulah-Andi Lutfi dan Abdul Halim-Untung (22,4 persen). Dan terkahir Buton Utara antara pasangan Ridwan Zakaria-Ahali dan Abu Hasan-Suhuzu (5,4 persen).

Bila selisih suara di luar rentang perhitungan di atas, maka dipastikan MK tidak akan menerima permohonan tersebut. Adapun kecurangan pemilu, diselesaikan lewat jalur non-MK seperti Bawaslu, DKPP, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau pidana.

“Melihat ketentuan MK tersebut baiknya, para calon yang kalah lebih bijak untuk menerima/legowo. Dari pada memaksakan dan kemudian gugatannya ditolak,” imbuhnya.

Najib pun menerangkan jika, memang masih ada proses yang dinilai janggal maka jalurnya masih ada selain MK. Jalur itu ada di Bawaslu, DKPP, dan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pidana. “Hal ini juga baik dilakukan untuk memberikan pelajaran bagi mereka yang tidak patuh terhadap aturan perundang-undangan,” pungkasnya. (yog)

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp