* Ombudsman Sultra Terima Aduan Warga Muna
Kamalinews.id – Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh mengaku tengah mempelajari kasus dugaan identitas palsu milik Bupati Muna, La Ode Muhammad Rusman Emba.
“Ini sedang kita pelajari semuanya, Mas,” kata Zudan kepada Kamalinews.id, Rabu 7 Oktober 2020.
Zudan menegaskan, apa yang dilakukan oleh Dukcapil Kemendagri bukan karena yang bersangkutan adalah seorang kepala daerah. Melainkan, adalah upaya Dukcapil Kemendagri yang ingin memberikan pelayanan tanpa ada diskriminatif.
“Biasa-biasa saja bagi kami (bukan karena melibatkan kepala daerah). Karena pelayanan Dukcapil bersifat non diskriminatif. Melayani semua masyarkat dengan standar yang sama,” katanya singkat.
Sementara itu, dari rilis yang diterima redaksi Kamalinews.id kasus dugaan identitas palsu Rusman ini pun telah dilaporkan ke Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra). Laporan tersebut dilayangkan oleh warta Muna, Ardi Wijaya pada Rabu, 7 Oktober 2020.
Menurutnya, perbuatan Rusman yang menggunakan nama Rusman Emba dalam menjalankan roda pemerintahan tanpa putusan pengadilan atas perubahan nama disinyalir sebagai bentuk maladministrasi dan atau patut diduga terjadi penyalahgunaan identitas kependudukan berupa pemalsuan atau kepemilikan KTP ganda.
“Laporan ini terkait kepemilikan KTP el atas nama La Ode Muhammad Rusman Emba yang terjadi sebelum adanya putusan PN Raha sebagaimana dengan nomor register perkara 20/PDT.P/2020/PN Raha. Putusan ini membuktikan penggunaan nama Rusman Emba selama ini tidak sah secara hukum. Darimana dia dapat nama itu tanpa putusan pengadilan? Main sulap KTP ya? Masyarakat Muna terluka atas kepercayaan selama ini. Apalagi identitas gelap selama ini ditutup-tutupi dengan lihai.” ujar Ardi.
Dalam persoalan tersebut, bisa saja terdapat tindak pidana bagi penggunaan identitas yang tidak sah. Ia menegaskan, siapapun yang menyalahgunakan identitas kependudukan perlu mendapat sanksi tanpa melihat status sosial.
“Perbuatan seperti ini adalah pidana. Ketentuannya ada dalam Pasal 97 Undang-Undang Administrasi Kependudukan dengan ancaman maksimal pidana 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah). Siapapun yang menggunakan identitas palsu harus dipenjara,” tegas Ardi.
Lebih jauh, Ardi berpesan kepada pejabat publik di Muna, untuk selalu mengedepankan perilaku jujur. Apalagi ini menjadi pegangan orang tua turun-temurun di Muna. Karena setiap pejabat publik menjadi contoh bagi masyarakat yang dipimpinnya.
“Setiap pejabat harus jujur. Jangan pernah pelihara kebohongan. Itu ajaran orang tua kita di Muna. Setiap perbuatan pejabat publik akan selalu dikenang masyarakat. Yang buruk akan menjadi catatan sejarah bagi generasi selanjutnya, bahwa ada aib berupa karakter yang tidak boleh dicontoh,” pesan Ardi.