Diduga Langgar Kode Etik, Hakim PN Raha dan Sultra Diadukan ke Komisi Yudisial

Kamalinews.id – Hakim Pengadilan Negeri Raha, Sulawesi Tenggara diduga melanggar kode etik pedoman perilaku hakim, dan pelanggaran ultra petita partitum dalam perkara pidana kasus pembunuhan. Pelapor adalah Laode M Rusliadi Suhi dan Muhammad Syam Wijaya. Keduanya merupakan penerima kuasa (pelapor/pembanding/terdakwa) dari kantor Lamrus & Partners berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 15 Maret 2020.

Dalam kasus ini, kedua kuasa hukum tersebut melaporkan dugaan terjadinya pelanggaran kode etik, dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim/hakim pada Pengadilan Negeri Raha yang memeriksa dan mengadili perkara/mengeluarkan penetapan dengan Register Perkara Nomor: 237/Pid.B/2019/PN Rah, tanggal 27 Februari 2020, Jo Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara melalui Putusan Banding Nomor: 25/PID/2020/PT-KDI, Tertanggal 8 April 2020, dengan susunan majelis hakim tersebut berinisial AAH, ZA dan ACA. Sedangkan dari Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara berinisial HW, AF dan MJH.

“Bahwa penerapan pasal yang dituangkan dalam putusan adalah salah, kedua bahwa alat bukti tidak cukup kuat untuk membuktikan terdakwa selaku pembunuh, yang ketiga masa penahanan yang ditetapkan belum diperpanjang sejak 31 Mei 2020 pada Pengadilan Tinggi berdasarkan putusan banding, keempat bahwa sedang dilakukan upaya hukum kasasi atas perkara tersebut,” kata Laode M Rusliadi Suhidu Jakarta, Senin, 15 Juni 2020.

Dia menegaskan, ada dugaan pelanggaran terhadap kode etik hakim dan pedoman perilaku hakim, sesuai dengan surat keputusan bersama dan peraturan bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia yang mengedepankan berprilaku adil, berprilaku jujur, berpriaku arif dan bijaksana, berprilaku mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menunjung tinggi harga diri, berdisplin tinggi, berprilaku rendah hati dan berikap profesional.

“Dalam hal inilah kami meihat dan berkesimpulan adanya ketidakadilan dalam putusan tersebut, tidak adanya perilaku arif dan bijaksana dalam bukti-bukti yang telah diajukan oleh terdakwa atau pembanding atau pelapor,” jelas Rusliadi.

Menurutnya, hakim dan majelis hakim tidak arif dan bijaksana, integritas serta tidak Jljujur dalam memutus perkara a quo karenanya diduga telah melanggar kode etik hakim.

“Kami mohon kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk dapat memeriksa laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hukum ini sesuai dengan kewenangan yang dimiliki,” tuturnya.

Selain itu, penerima kuasa juga tengah melakukan upaya hukum kasasi dalam kasus ini. “Kami juga laporkan di Badan Pengawas Mahkamah Agung RI,” tutupnya.

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp