CSR Dipake Buat Beli Mobil Mewah, BI Sultra Pilih Bungkam

KAMALINEWS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ungkap aliran dana dalam dugaan kasus korupsi pengelolaan dana bantuan sosial Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2020 sampai 2023.  Dugaannya, aliran dana itu dipergunakan untuk membeli mobil mewah bermerek Hyundai Palisade senilai Rp 1 miliar.

Hal itu diketahui melalui pemeriksaan saksi Fitri Assiddikki yang merupakan mantan Tenaga Ahli DPR. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, menjelaskan, saksi dimintai keterangan terkait aliran uang dan pemberian aset berupa mobil Hyundai Palisade dari Heri Gunawan. Uang dan aset tersebut diduga bersumber dari korupsi dana CSR Bank Indonesia.

”Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama Saudari FA selaku wiraswasta. Saksi hadir,” ujar Budi.

Dari Politikus Gerindra, Heri Gunawan, itu, Fitri diduga menerima uang lebih dari Rp 2 miliar. Ia juga dibelikan sebuah kendaraan roda empat senilai Rp 1 miliar, yaitu mobil Hyundai Palisade berwarna putih. Mobil tersebut juga telah disita KPK untuk keperluan penyidikan. Tak hanya itu, Heri juga diduga memberikan sejumlah uang dengan mata uang dollar AS dan dollar Singapura bernilai ratusan juta rupiah. Fitri kemudian menukarkan uang itu di tempat penukaran mata uang asing (money changer). “FA adalah rekan dari Saudara HG,” imbuh Budi saat dikonfirmasi perihal relasi Heri dengan saksi.

Sementara itu, pihak BI Sultra saat dimintai keterangan terkait dengan realisasi dana CSR memilih untuk bungkam. Bahkan saat Media Kamalinews.co.id mengajukan permintaan data dan wawancara melalui surat resmi tertanggal 9 Oktober 2025, BI juga tak kunjung memberikan respon. 

Sikap yang ditunjukan oleh BI Sultra itu mendapatkan sorotan dari Lembaga Pemantauan Kebijakan Publik (LPKP). Ketua LPKP, La Ode Tuangge menegaskan bahwa informasi terkait dengan CSR merupakan informasi publik bukan informasi rahasia. 

“Itu bukan rahasia. Informasi CSR itu bisa diakses oleh publik. Apalagi, saat ini BI tengah menjadi sorotan, dimana dana CSR telah menjadi kasus dugaan korupsi dan tengah ditangani oleh KPK,” jelasnya.

Untuk itu, Tuangge mengungkapkan bahwa, BI seharusnya membuktikan diri bahwa tidak ada penyalahgunaan realisasi CSR di BI Sultra. “Kalau tertutup informasinya berarti ada indikasi. Kami meminta KPK untuk memeriksa BI Sultra, kaitannya dengan realisasi dana CSR. Seperti apa, berapa perusahaan yang dilibatkan program apa yang digulirkan dalam realisasi CSR kantor perwakilan BI Sultra,” tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Sultra, Yustin. Ia mengatakan bahwa, Informasi publik berati bisa dibuka atau diakses publik. Sementara, informasi yang bisa dikecualikan berarti tidak bisa dibuka atau di akses oleh publik.

Ditanyakan soal sifat informasi CSR apakah masuk dalam informasi publik atau informasi rahasia, Yustin mengungkapkan bahwa CSR itu bukan bersifat rahasia.

“Harusnya tidak dong kan. Info itu tidak mengancam keamanan data pribadi. Tidak mengancam keamanan dan stabilitas nasional/negara. Dan tidak mengancam persaingan dunia usaha yg tidak sehat,” jelasnya.

“Untuk mengecualikan informasi harus mengacu pada 3 kategori syarat tersebut,” imbuhnya.

Menurutnya, BI harus menyajikan keterbukaan informasi kepada publik, termasuk BI perwakilan Sultra. “Apalagi Ini baru aja BI pusat melakukan roadshow keterbukaan informasi publik,” pungkasnya.

Penulis: Ambar Sakti

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp