Kamalinews.id – Terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dugaan Ijazah Palsu milik Bupati Buton Selatan (Busel), La Ode Arusani menuai pro dan kontra. Pihak-pihak yang kontra terhadap pembentukan Pansus diduga melakukan intimidasi. Bahkan, hal itu terjadi beberapa kali sejak terbentuknya Pansus dan dialami oleh seluruh anggota Pansus.
Kejadian tak menyenangkan itu diungkapkan salah satu anggota Pansus, La Ode Ashadin saat ditemui di Kantor Ombudsman RI di Jakarta, Kamis 9 Juli 2020. Ia menilai massa yang kontra kemungkinan merasa tidak nyaman dengan dibentuknya Pansus. Ada dugaan, bahwa dibentuknya Pansus ini adalah untuk memakzulkan Bupati Busel, La Ode Arusani.
“Memang terjadi pro dan kontra pembentukan pansus, intervensi dan intimidasi ada dari pihak yang kontra. Mungkin mereka berpikir bahwa dengan terbentuknya pansus ini akhirnya untuk pemakzulan, padahal bukan itu. Intinya kita hanya ingin mengclearkan dugaan ijazah palsu. tidak usah alergi dengan terbentuknya pansus,” cerita Ashadin.
Dijelaskan, pengambilan keputusan untuk membentuk Pansus Hak Angket sejauh ini sudah melalui prosedur yang ada dan sesuai dengan Tatib Dewan. Terlebih lagi, memang kondisi di Buton Selatan saat ini tidak kondusif karena persoalan dugaan ijazah palsu milik Bupati Busel.
“UU juga mengharuskan itu (Pembentukan Pansus). Jadi sebenarnya kita hanya mengambil peran dalam periode kita menjabat, tapi tergantung kondisi. Nah, kondisi di Busel saat ini tidak kondusif karena ada dugaan ijazah palsu oleh Bupati Busel. Ini yang harus kita selesaikan,” ujarnya.
Politisi Partai NasDem ini mengungkapkan, bentuk intervensi dan intimidasi yang dilakukan terhadap pihak yang kontra dengan pembentukan pansus berupa pergerakan massa yang bertujuan untuk mengganggu kinerja pansus. Bahkan, informasi yang ia terima, ada persiapan yang dilakukan oleh gelombang massa untuk menekan Pansus. Namun, ia enggan menjelaskan secara rinci persiapan apa yang dimaksud.
“Itu agak ngeri karena infonya sampai mereka menyiapkan semacam ya seperti situasi perang lah. Memang kami tidak lihat, tapi kalau info-info di lapangan bahwa itu ada persiapan. Dan kemudian kami pernah rapat di kantor itu ada juga pengumpulan massa yang akan menyerang pansus ini. Untung disamping kantor itu ada Brimob jadi mereka cepat menghalau dan mengantisipasi dan menginformasikan kepada kami untuk menghindar. Semua anggota pansus menerima perlakuan itu, dan saya kira yang paling merasakan tekanan itu Ketua Pansus Pak Hidjira,” bebernya.
Ia kembali menegaskan bahwa tujuan pembentukan pansus bukanlah untuk memekzulkan Bupati Busel, tapi semata-mata untuk mengclearkan masalah dugaan ijazah palsu ini. Namun, ia tidak menampik kalau pada akhirnya jika terbukti ijazah milik Bupati Busel adalah palsu makan tidak menutup kemungkinan upaya pemakzulan itu ada. Tetapi, kembali ia menegaskan untuk upaya pemakzulan tentu melalui proses yang panjang.
“Ya kalau misalnya Praperadilan kemudian diterima lalu SP3 dicabut pasti ada tindakan. Kan ada 2 tindakan yakni tindakan hukum dan politik. Posisi kami di jalur politik pasti ada diskusi-diskusi. Apalagi saat ini masih dalam tahap pulbaket. Nah, hasilnya apakah bisa digunakan oleh pihak kepolisian dan juga bisa digunakan internal pansus ini untuk bisa meminta fatwa. Kita diberi waktu UU selama 60 hari setelah dibentuknya pansus. mudah-mudahan tidak sampai 60 hari kita sudah bisa memberikan laporan akhir hasil kerja pansus ini,” pungkasnya.