Kamalinews.id – Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Buton Selatan atas kasus dugaan ijazah palsu Bupati Busel, La Ode Arusani masih menuai polemik. Akibatnya, DPRD Busel terbagi menjadi dua kubu. Yang pro terhadap pansus dan yang menolak adanya pansus.
Selasa, 23 Juni 2020 melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: 03/DPRD/2020 menunjuk La Hijira sebagai Ketua Pansus. Sedangkan Wakil Ketua dipercayakan kepada La Ode Ashadin dan La Ode Amal sebagai sekretaris.
Saat itu, pembentukan Pansus tersebut telah disetujui empat fraksi yang hadir. Diantaranya, Fraksi Demokrasi Restorasi Indonesia, Fraksi Keadilan Indonesia Raya, Fraksi Hanura dan Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Menariknya, baru sepekan terbentuk, Pansus Hak Angket justru dinyatakan dibatalkan. Lucunya, pembatalan Pansus yang dibentuk melalui rapat paripurna itu dibatalkan hanya melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang hasilnya mencabut SK Nomor: 03/DPRD/2020 tentang Pembentukan Pansus Dugaan Penggunaan Ijazah Palsu Bupati Busel, La Ode Arusani.
“Rapat paripurna itu ada syarat dan ketentuannya. Harusnya mereka lakukan rapat paripurna juga untuk bisa membatalkan Pansus. Dan harus memenuhi syarat jumlah kehadiran secara fisik untuk bisa menggelar paripurna,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Wilayan Partai Amanat Nasional (DPW PAN) Sultra, Adnan Lubis yang dihubungi awak Kamalinews.id, Selasa, 30 Juni 2020.
Selain itu, banyak protes sejak Pansus terbentuk. Ada yang mengatakan bahwa anggota yang hadir dalam rapat paripurna pembentukan pansus karena banyaknya tekanan dari berbagai pihak, bukan atas inisiatif DPRD Busel.
“Perlu diketahui bahwa paripurna lahir atas adanya tekanan, ya DPRD memang begitu, buat saya hal itu merupakan bagian dari fast respon dari DPRD Busel,” ujarnya.
Adnan juga menyoroti soal RDP yang hanya dihadiri oleh enam orang anggota. Menurut pengalamannya selama 3 periode menjadi anggota DPRD belum pernah mendengar hasil rapat paripurna kemudian dibatalkan oleh RDP.
“Saya 15 tahun ber DPRD belum pernah alami RDP bisa membatalkan pansus (paripurna). Entah mengapa di Busel bisa seperti itu, sementara UU 23 belum berubah,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, rapat paripurna pembentukan Pansus Hak Angket atas dugaan ijazah palsu Bupati Busel disetuji 15 anggota DPRD. Masing-masing, La hijirah, La Ode Ashadin, La Ode Amal, Wa Kodu, Lismayarti, Karlina, La Ishaka, La Saali, La Nihu, La Muhadi, La Opo, Arlin, LM Alamin, Aliadi dan Pomili Womal.
Sementar RDP yang membatalkan hasil rapat paripurna hanya dihadiri enam anggota DPRD. Diantaranya, La Ode Armada, Dodi Hasri, La Muhadi, Wa Ode Rohania, Harnu dan La Ode Taufik Mansur.