Ada Lima Isu Klasik, DPR Target Revisi UU Pemilu Rampung Pertengahan 2021

Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung

Kamalinews.id – Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ditargetkan selesai paling lambat pada pertengahan 2021.

Saat ini, Komisi II DPR RI akan berupaya maksimal untuk bisa merampungkan RUU Pemilu pada awal periode. Pihaknya bertekad, UU Pemilu akan menjadi prioritas di tahun pertama DPR RI.

“Harapan kami paling lambat pertengahan 2021 selesai,” ucap Doli dalam sebuah diskusi yang bertajuk ‘Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia’, Selasa, 9 Juni 2020 seperti dikutip dari website resmi DPR RI.

Dikatakannya, Komisi II akan memiliki cukup banyak waktu untuk menyosialisasikan UU Pemilu yang baru tersebut apabila bisa diselesaikan pada pertengahan tahun 2021.

Ia berharap RUU Pemilu itu dapat berlaku hingga 15 hingga 20 tahun mendatang, sehingga tidak perlu dilakukan revisi tiap lima tahun. “Kami ingin UU Pemilu ini tidak kita bahas lima tahun sekali. Kami mencoba agar UU ini berlaku paling tidak 15 hingga 20 tahun ke depan sehingga tidak trial and error terus,” ujarnya.

Doli menjelaskan, saat ini pembahasan RUU Pemilu masih sangat awal. Draf RUU Pemilu masih disusun untuk kemudian diajukan kepada pimpinan untuk ditetapkan sebagai RUU usul DPR RI melalui rapat paripurna.

Hingga saat ini, tambah Doli, setidaknya ada lima isu klasik yang selalu muncul dalam pembahasan RUU Pemilu, pertama menyangkut soal sistem pemilu. Dimana ada beberapa usulan yang mengemuka di Komisi II, yaitu agar pemilu tetap dengan sistem proporsional terbuka, tertutup atau campuran.

“Sistem pemilu, selalu jadi pembahasan yang keputusannya ada di akhir penyelesaian,” kata Doli.

Yang kedua, sambungnya, terkait soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT). Sejumlah fraksi mengusulkan agar ambang batas parlemen tetap 4 persen, tetapi ada juga yang mengusulkan agar naik jadi 5 persen dan 7 persen.

“Ada yang mengusulkan tetap 4, mengusulkan 5, mengusulkan 7, ada juga yang mengusulkan berlaku nasional atau berjenjang berbeda antara pusat dengan provinsi dan kabupaten/kota,” tuturnya.

Usulan lainnya yakni mengenai sistem penghitungan konversi suara ke kursi di parlemen dan tentang jumlah besaran kursi per partai per daerah pemilihan (dapil) untuk DPR RI dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Ada pula usulan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Doli menerangkan, ada usul agar ambang batas presiden tetap, tidak ada sama sekali, atau disamakan dengan ambang batas parlemen.

“Ini beragam tapi hampir semua tetap menginginkan yang sekarang bahwa capres-cawapres diusung 20 persen suara 20 persen kursi di DPR. Ada juga yang mengusulkan agar tidak ada presidential threshold, ada juga yang presidential disamakan dengan parliamentary threshold,” pungkasnya.

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp